Al-Qadiani(Mirza)(Ahmadiyah) dan Pemerintahan Inggris (IV)
01/10/2003
Edisi-edisi berikut ini adalah kajian tentang keyakinan-keyakinan aliran Qadiani. Buku ini ditulis oleh Asy-Syekh Manzhur Ahmad Chinioti al-Pakistani dengan judul asli Al-Qadiani Wamu'taqadatuhu. Sebelum menginjak ke tulisan yang memaparkan keyakinan-keyakinan Al-Qadiani yang menyesatkan, bacalah pengantar kajian ini pada edisi sebelumnya (edisi pengantar) dari seorang ahli hadis yang mulia Asy-Syekh Muhammad Yususf al-Banuri, Rektor Jamiah al-Ulul al-Islamiah Karachi Pakistan, dan Amir Jamiyah Tahfizh Khatmin Nubuwah pakistan!
Upayanya dalam Mendukung Pemeritahan Inggris
Lima Puluh Lemari
"Saya telah menghabiskan sebagian besar dari hidupku dalam mendukung pemerintahan Inggris dan saya telah menulis buku dan selebaran tentang larangan jihad dan kewajiban menaati ulim amri Inggris yang jumlahnya sekiranya dikumpulkan niscaya akan memenuhi lima puluh lemari buku. Buku dan tulisan-tulisan tersebut tersebar di negara-negara Arab, Mesir, Syam, dan Turki. Tujuanku selamanya ialah agar umat Islam loyal kepada pemerintahan ini, dan kita hapuskan dari hati mereka pemahaman tentang Al-Mahdi si pembunuh dan Al-Masih si tukang jagal, dan seluruh hukum yang membangkitkan dalam diri mereka semangat jihad yang merusak hati orang-orang bodoh."
Lima Puluh Ribu Buku dan Selebaran
"Saya telah menyebarkan lima puluh ribu buku, selebaran dari pengumuman di negeri ini dan di negeri-negeri Islam yang menjelaskan bahwa pemerintahan Inggris pemilik keutamaan dan kebaikan atas umat Islam, jadi wajiblah atas setiap muslim untuk menyerahkan ketaatan penuh kepada pemerintahan ini. Saya telah menulis buku-buku ini dalam bahasa Urdu, Arab, Persia; saya sebarkan ke seluruh dunia Islam sampai masuk dan tersebar di dua kota suci, Mekah dan Madinah, di Astana, negeri Syam, Mesir, Afghansitan. Hasilnya adalah ribuan orang telah meninggalkan pemikiran jihad yang berasal dari ulama kolot. Ini adalah prestasi para pengikutku yang tak ada seorang pun dari umat Islam di India yang dapat menandinginya. " (Sitarah Qaisharah 403, surat Al-Qadiani kepada Ratu Victoria di Inggris, RK 15/114).
Lima Puluh Kuda dan Penunggangnya
"Ayahku Ghulam Murtadha mempunyai hubungan baik dengan pemerintahan Inggris, bahkan ia seorang pegawai pemerintah. Ia membantu pemerintah Inggris dari India pada revolusi rakyat Inggris pada tahun 1807 M (revolusi melawan penjajahan, Ghulam Murtadha membantu Inggris dengan lima puluh tentara dan lima puluh kuda perang, ia telah membantu Inggris lebih dari kemampuannya. " (Foot Note Izalah Awham 133, RK 3/166).
Berjihad dengan Lisan dan Tulisan
"Sejak muda hingga sekarang saya telah mencapai usia enam puluh tahun, saya berjihad dengan lisan dan pena untuk mengarahkan umat Islam kepada kepatuhan dan loyalitas kepada pemerintahan Inggris, menghapus pemikiran tentang jihad yang diyakini oleh orang-orang bodoh sehingga pemikiran itulah yang menghalangi mereka untuk taat kepada pemerintahan ini. Saya melihat bahwa tulisan-tulisanku cukup berpengaruh di hati umat Islam dan telah menghasilkan perubahan ratusan ribu umat Islam." (Tablig Risalat jilid 7 h. 11).
Saya Salah Seorang Pelayannya
"Tidaklah asing bagi negeri yang penuh berkah ini bahwa saya adalah salah seorang pelayannya, penasihatnya, dan sumber kebaikannya sejak dahulu. Kami datang kepadanya setiap saat dengan hati yang tulus. Ayahku adalah orang dekat pemerintahan dan mendapat rekomendasi darinya. Kami punya jasa terhadap negeri ini yang kami yakin bahwa pemerintah tidak melupakannya. Ayahku Mirza Ghulam Murtadha bin Mirza Atha Muhamad al-Qadiani adalah tokoh masyarakat di daerah ini, dia adalah orang terdepan di sini, pemerintah sangat mengenalnya dengan baik. Kami tidak pernah menjadi munafik, bahkan semua orang telah menyaksikan keikhlasan kami. Pemerintah pun menyadari hal ini, para pendatang pun menyaksikannya dan bahwa bakti kami di negeri ini melebihi bakti para pendahulu." (Nurul Haq 1/27-28, RK 8/36).
Tameng dan Benteng Negara
Tulisan-tulisanku dalam bahasa Arab selalu terfokus pada tujuan-tujuan besar dan setiap kali tulisan-tulisan itu tiba ke tangan para pembaca Arab saya melihat ada respon dari mereka. Banyak yang menyurati saya, banyak pula yang memaki saya, ada pula yang memperbaiki, dan ada pula yang setuju, seperti orang yang minta petunjuk.
Saya telah menulis selama sebelas tahun dan tidaklah berlebihan jika saya menyatakan bahwa sayalah satu-satunya orang yang memberikan dukungan ini. Saya berhak menyatakan bahwa sayalah tameng dan benteng negeri ini dari segala bencana. Tuhanku menggembirakan aku,
"Tidaklah Allah mengazab mereka selama kamu tinggal di tengah-tengah mereka."
"Negeri ini tidak memiliki orang seperti saya atau yang menandingi saya dalam dukunganku dan baktiku. Dan negeri ini akan mengetahuinya jika para pejabatnya orang-orang baik." (Nurul Haq Juz 1/33-34, RK 8/44-45).
Negara adalah Pelindungku dan Pelindung Jamaahku
"Tetapi saya mengetahui bahwasanya Allah telah menjadikan pemerintah Inggris sebagai pelindungku dan tempat tinggalku dan jamaahku dengan karunia-Nya yang khusus. Keamanan yang ada pada kita di bawah naungan pemerintah ini tidak mungkin terwujud di Makkah al-Mukarramah dan di Al-Madinah al-Munawwarah. " (Tiryaq al-Qulub 28, RK 15/156).
Pohon Ini Ditanam oleh Tangan Pemerintahan Inggris
Seharusnya pemerintah Inggris memperhatikan keluarga ini dengan penuh perhatian dan kesungguhan, karena dia adalah tanaman Inggris sendiri dan buatan mereka.
"Dan sesungguhnya para pejabat Inggris memperlakukan saya dan kelompokku dengan kasih sayang khusus dan perhatian penuh karena tidak pernah terlambat dalam memberikan pengorbanan, baik dengan jiwa maupun dengan darah, untukmu (Inggris)." (Tablig Risalat 27/12. Majmu'ah Isytiharat 21).
Mazhabku dan Akidahku
"Telah terbukti dari tempat tinggalku yang islami selama tujuh belas tahun bahwa saya ini setia dan loyal terhadap negara Inggris dari lubuk hati yang dalam. Ketaatan kepada pemerintah dan cinta kepada sesama adalah akidahku."
"Akidah ini saya masukkan dalam syarat-syarat baiat bagi pengikutku dan muridku. Dan saya sebutkan akidah ini secara jelas pada point keempat dalam risalah syarat-syarat baiat yang dibagikan kepada seluruh pengikut dan muridku." (Isytihar wajib Izhar, lampiran kitab Al-Bariyah 10. RK 13/10).
Mazhabku dan akidahku yang kuulang-ulangi adalah bahwa Islam itu mempunyai dua aspek:
pertama, ketaatan kepada Allah; kedua, ketaatan kepada pemerintah yang mewujudkan keamanan, yang melindungi kita dalam naungannya dari orang-orang zalim. Pemerintah itu ialah pemerintah Inggris. (Syahadah Alquran 84. RK 6/80).
Al-Qadiani dan Jihad
"Sesungguhnya Allah telah meringankan secara bertahap kekerasan jihad, yaitu perang di jalan Allah. Pada zaman Nabi Musa a.s. diperbolehkan membunuh anak-anak, lalu pada zaman Nabi Muhammad saw. dihapuskan bolehnya membunuh anak-anak, orang tua, dan wanita. Kemudian, pada zamanku dihapuskanlah jihad itu sama sekali." (Footnote Arba'in 4/101, RK 12/443).
"Pada hari ini telah dihapuskan jihad dengan senjata. Tak ada lagi jihad setelah hari ini. Maka siapa yang mengangkat senjata terhadap orang kafir dan menamai dirinya sebagai prajurit, ia telah menyalahi Rasulullah saw. yang telah diumumkan tiga belas abad yang lalu tentang penghapusan jihad pada zaman Al-Masih yang dijanjikan dan saya adalah Al-Masih yang dijanjikan itu."
"Tidak ada lagi jihad setelah kemunculanku sekarang ini, karena kami mengangkat panji perdamaian dan bendera keamanan." (Khotbah Ilhamiyah 28. Tablig Risalat 29/47).
"Tinggalkan pemikiran jihad sekarang juga. Karena, peperangan untuk agama telah diharamkan. Telah datang imam dan Al-Masih, dan telah turun cahaya dari langit, maka tidak ada lagi jihad."
"Bahkan barangsiapa yang berjihad di jalan Allah sekarang, maka ia adalah musuh Allah, ingkar terhadap nabi yang meyakini hal ini." (Terjemah bait syair dalam bahasa Urdu dalam kitab Tahta al-Kolrowiyah 39).
"Pemerintah Inggris berkewajiban memahami seluk-beluk ajaran Al-Qadiniah. Karena, imam kita telah menghabiskan dua puluh tahun dari usia beliau dalam mengajarkan kepada masyarakat bahwa jihad itu haram, haram mutlak. Dia tidak merasa cukup dengan menyebarkan ajaran ini di India saja, tetapi ia menyebarkannya pula di negeri-negeri Islam di Arab, Syam, Afghanista, dan seterusnya." (Ditulis oleh pimpinan majalah al-Qadiniyah Review of Relegion tahun 1902 oleh Muhammad Ali).
Al-Qadiani mengatakan, "Sesungguhnya golongan ini, golongan Al-Qadiniyah senantiasa berjuang siang dan malam untuk mencabut akidah yang najis, akidah jihad dari hati umat Islam." (Proposal Al-Qadiani yang diajukan kepada pemerintah, dimuat di majalah Review of Religion 1902 M).
"Golongan Islam yang diamanahkan Allah kepadaku untuk menjadi imamnya dan pemimpinnya mempunyai ciri khas bahwa ia tidak setuju dengan jihad dengan senjata dan tidak menantikannya. Bahkan, golongan yang penuh berkah ini tidak membolehkannya, baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan dan mengharamkannya dengan pengharaman yang tegas." (Tiryaq al-Qulub 389, RK 15/517).
"Telah tertulis berkali-kali bahwa Alquran tidak mengajarkan jihad sama sekali. Tetapi, ia adalah hukum yang khusus dengan zaman tertentu dan tidak berlaku secara abadi. Islam berlepas diri dari kelakuan-kelakuan para raja setelah zaman Nabi, karena kesalahan mereka yang sangat jelas dan tujuan-tujuan emosional mereka." (Lampiran Al-Hukumah al-Injiliziyah wal Jihad 8. RK 17/8).
Pengafiran Orang yang Tidak Percaya dengan Al-Qadiani
"Kami akan mendirikan sebuah jamaah, lalu Allah meniupkan terompet dengan mulut-Nya sebagai dukungan terhadap jamaah ini, maka tertariklah kepada suara ini semua orang yang selamat dan tidak ada yang tinggal, kecuali orang-orang yang celaka yang telah ditetapkan untuk mereka kesesatan, mereka ditinggalkan untuk memenuhi jahanam." (Barahin Ahmadiyah 5/82. RK 12/108).
"Sesungguhnya Allah mengilhamkan kepadaku bahwa orang yang tidak mengikutimu dan tidak masuk dalam baiatmu dan tetap menyalahimu, maka ia berdosa kepada Allah dan Rasul-Nya dan jahanamku." (Tadzkirah Majmu'ah Ilhammat 342).
"Semua umat Islam yang belum masuk ke dalam baiat Al-Masih yang dijanjikan (Al-Qadiani) , baik mereka yang telah melanggar nama Ghulam Ahmad, maupun mereka yang belum mendengarkannya, seluruhnya orang kafir, keluar dari agama Islam." (Ainah Shadaqat 35, oleh putra Al-Qadiani dan khalifahnya yang kedua, Mirza Basyirudin Mahmud Ahmad).
Nikah dengan Selain Orang Qadiani adalah Kekafiran
"Seorang Qadiani tidak diperbolehkan menikahkan putrinya dengan orang yang bukan Qadiani. Peraturan Al-Masih yang dijanjikan Al-Qadiani ini adalah peraturan yang pasti."
Dia mengatakan, "Siapa yang menikahkan putrinya dengan orang yang bukan Qadiani, maka ia keluar dari jamaah kita, meskipun ia mengaku sebagai orang Qadianiyah."
Dia mengatakan pula, "Tidak boleh bagi siapa pun dari pengikut kami untuk ikut hadir dalam acara-acara pernikahan seperti ini." (Koran Al-Fadhl 23 Mei 1921).
"Boleh mengambil anak-anak wanita umat Islam, Hindu, Sikh, dan tidak boleh kita berikan putri-putri kita kepada mereka." (Koran Al-Fadhl 18 Februari 1930).
"Barang siapa yang menyerahkan putrinya kepada umat Islam, diusir dari jamaah dan ia telah kafir." (Koran Al-Fadhl 4 Mei 1922).
"Masalah kelima: yang wajib atas jamaah kita saat ini ialah bahwa putri Qadianiyah tidak diserahkan kepada selain Qadiani. Dan siapa yang menyerahkan putrinya kepada selain Qadiani maka sungguh ia tidak mengenal Al-Masih yang dijanjikan (Al-Qadiani) dengan pengenalan yang baik, dan ia tidak mengenal apa itu Ahmadiyah."
"Apakah ada orang selain Qadiani, orang yang tidak beragama menyerahkan putrinya kepada orang Hindu atau Kristen?"
"Selain orang Ahmadiyah adalah kafir menurut kami, tetapi mereka lebih baik dari kamu dalam hal ini, karena mereka tidak menyerahkan putri mereka kepada orang kafir, meskipun mereka semua itu sama-sama kafirnya. Tetapi kamu, padahal kamu Ahmadiyyin, kamu menyerahkan putri kamu kepada orang-orang kafir." (Malaikatullah 36 oleh putra Al-Qadiani).
"Nikah dengan wanita-wanita Kristen dan wanita-wanita yang percaya dengan waaid boleh." (Koran Al-Fadhl 18 Februari 1930).
"Orang-orang Hindu termasuk ahlul kitab, demikian pula orang Sikh." (Koran Al-Fadhl 17 Juli 1922).
Salat di Belakang Selain Qadian Haram Mutlak
"Inilah mazhabku yang terkenal bahwa kamu tidak diperbolehkan salat di belakang seseorang yang bukan Qadiani, bagaimanapun kondisinya, siapa pun dia dan meskipun ia dipuji oleh orang banyak. Ini adalah hukum Allah, ini yang dikehendaki oleh Allah. Orang yang meragukan hal ini termasuk orang yang mendustakan, sedang Allah akan memisahkan kamu dengan mereka." (Malfuzhat al-Qadiani, Al-Fadhl 28 Agustus 1917).
"Sesungguhnya Allah memberi tahu kepadaku bahwa haram secara mutlak kamu salat di belakang orang yang mendustaiku atau ragu untuk menaatiku. Kamu wajib salat di belakang imam kamu sendiri. Inilah yang disyaratkan dalam hadis: imam kamu dari golonganmu. Artinya, jika Al-Masih telah turun, tinggalkanlah golongan-golongan yang mengaku Islam dan jadikanlah imam kamu dari golonganmu sendiri. Laksanakanlah apa yang diperintahkan. Apakah kamu ingin amal-amalmu runtuh sedangkan kamu tidak merasakan?" (Footnote Arba'in 3/75. RK 17/417. Footnote Kolrowaih 27).
"Tidak dibolehkan seorang pun salat di belakang selain Qadiani. Banyak orang mengulang-ulangi pertanyaan, 'Bolehkah salat di belakang selain Qadiani atau tidak?' Saya menyatakan, 'Betapa pun kamu bertanya, saya tetap menjelaskan bahwa tidak boleh bagi seorang Qadiani salat di belakang selain Qadiani. Tidak boleh. Tidak boleh. Tidak boleh'!" (Anwar Khilafat 89 oleh putra Al-Qadiani).
Hukum Salat di Belakang Selain Qadiani karena Maslahat
Khalifah kedua putra Al-Qadiani Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad mengatakan, "Pada tahun 1912 saya ke Mesir lalu naik haji. Di Jedah saya ditemani oleh kakek dari ibu, lalu kita berangkat bersama ke Mekah. Pada hari pertama, pada saat tawaf tiba waktu salat, lalu saya berusaha keluar tetapi jalan-jalan sudah tertutup karena keramaian. Tatkala salat dimulai, kakek menyuruh saya untuk ikut salat. Kita bersama-sama masuk, lalu sama-sama salat. Ketika kita pulang ke rumah, kita mengatakan, 'Mari kita salat yang dikehendaki oleh Allah yang tidak boleh ditunaikan dan tidak diterima jika dilakukan di belakang selain Qadiani. Lalu kami bersama-sama salat kembali'."
"Demikianlah, kita sering salat di rumah. Terkadang pula kita terlambat ke masjid sampai selesai salat jamaah, lalu kita salat dengan jamaah kita sendiri. Terkadang ikut pula bersama kita orang yang bukan Qadiani. Ketika kita pulang ke rumah, salah seorang kita bertanya kepada khalifah pertama Nuruddin, 'Apa yang seharusnya dilakukan seorang Qadiani dalam salat di belakang selain Qadiani?' Khalifah menjawab, 'Jika ada kepentingan salat di belakang selain Qadiani, ia dibolehkan kemudian ia mengulangi salatnya'."
Tidak Dibolehkan Salat Jenazah Umat Islam meskipun Anak-Anak
"Apakah boleh salat atas jenazah anak-anak muslim? Saya mengatakan, 'Tidak boleh, sebagaimana tidak bolehnya salat atas anak-anak Hindu, anak-anak Kristen, karena mazhab anak mengikuti mazhab kedua orang tuanya'." (Anwar Khilafat 93, Khilafah kedua).
"Jika ada pertanyaan, 'Jika seorang wafat di satu tempat yang belum sampai dakwah ke sana, lalu ada seorang Qadiani ke sana, apakah ia menyalati jenazah tersebut atau tidak'?"
"Kami menjawab, 'Kita tidak tahu kecuali perkara lahiriah. Lahiriah orang ini mati sebelum mengenal Rasul dan Nabi Allah (yang mengaku nabi) jadi kita tidak menyalatinya. Kita juga tidak menyalati orang Qadiani yang salat di belakang umat Islam atau bermuamalah dengan umat Islam, karena ia telah keluar dari Qadianiyah." (Tulisan putra Al-Qadiani dimuat di koran Al-Fadhl 6 Mei 1910).
"Putra sulung Al-Masih yang dijanjikan (yang mengaku nabi) dari istri pertamanya bernama Fadhl Ahmad, ketika wafat, tidak disalati oleh ayah kandungnya sendiri, karena ia tidak percaya pada pengakuan-pengakuan ayahnya, meskipun ia taat kepadanya dalam urusan-urusan duniawi." (Anwar Khilafat 91, Koran Al-Fadhl 7 Juli 1943).
Ketika Mr. Muhammad Ali Jinnah, pendiri Pakistan, wafat, ia tidak disalati oleh Zhafrullah Khan al-Qadiani, menteri luar negeri Pakistan saat itu.
Salat kita telah dipisahkan. Menikahkan putri kita dengan mereka telah diharamkan. Menyalati jenazah mereka pun telah dilarang. Lalu pergaulan apalagi yang tersisa dengan mereka.
Hubungan itu terbagi dua: diniah dan dunawiah.
Hubungan diniah yang terbesar ialah ibadah-ibadah. Hubungan duniawiah yang terbesar ialah pernikahan.
"Dan telah diharamkan untuk kita beribadah bersama mereka dan nikah dengan mereka. Jika kamu bertanya, 'Mengapa dibolehkan nikah dengan wanita-wanita mereka?' Jawaban saya ialah, 'Sebagaimana kita membolehkan nikah dengan wanita-wanita Kristen.' Jika kamu bertanya, 'Mengapa dibolehkan salam kepada mereka?' Jawaban saya, 'Rasul saw. pernah mengucapkan salam kepada Yahudi? kesimpulannya, imam kita telah memisahkan kita dengan mereka dari semua segi'." (Kalimatul Fashl 169 oleh Putranya, Basyir Ahmad)
Sumber: Al-Qadiani wa Mu'taqaduhu, Asy-Syekh Manzhur Ahmad Chinoti al-Pakistani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar