warnaislam.com — Barat bermuram-durja tentang prospek demokrasi di dunia Arab, seiring terjadinya revolusi bersejarah di beberapa negara Arab. Mereka khawatir, demokrasi sejati di tanah Arab membuka peluang bagi berkuasanya kalangan demokrat Islami yang akan berusaha merekonsiliasi hak asasi manusia dan kebebasan sipil dengan aturan Islam. Dengan kata lain, mereka takut melihat adanya "Islamisasi demokrasi" di dunia Arab.
Selama beberapa dekade, hasutan anti-Islam, disebarkan kalangan Zionis, berhasil merusak citra Islam dengan menggambarkannya sebagai tirani dan anti-demokrasi.
Namun, di sisi lain, kini kalangan Barat khawatir karena merka tahu bahwa diadopsinya kembali Islam, bahkan dengan pelembagaan kembali otoritas politik Islam, merupakan “cara alami” bagi kaum Muslim.
Islam akan selalu menjadi jiwa bangsa Arab. Meminta mereka untuk meninggalkan Islam dan mendukung ide-ide dan cita-cita impor Barat, akan sama saja dengan meminta mereka untuk meninggalkan identitas kemanusiaan dan budaya mereka.
Banyak, mungkin sebagian besar, kalangan Barat tampaknya meratapi tumbangnya “tiran Arab” seperti Hosni Mubarak (Mesir) dan Zeinulabedin Bin Ali (Tunisia). Beberapa menyatakan kekhawatirannya tentang kejatuhan Muammar Khadafi (Libya) dalam waktu dekat.
Pendekatan hipokrit Barat terhadap reformasi di duna Muslim sangat jelas. Negara-negara Barat selama bertahun-tahun mendukung dan melindungi para diktator di dunia Arab. Mereka takut, jika demokrasi sejati diterapkan, maka akan muncul penguasa terpilih yang kurang bersahabat kepada Barat.
Ada juga inkonsistensi moral dan logis mencolok di Amerika dan Eropa tentang demokrasi Arab dan Israel. Barat membiarkan rakyat Israel memilih pemimpin yang mengadopsi ideologi Nazi dan formula fasis. Namun di sisi lain, mereka memperingatkan bangsa Arab tentang partai-partai Islam yang rumusan politiknya sebenarnya sangat mirip dengan partai demokratis Kristen di Barat (berdasarkan agama).
Kita tidak menutup mata dengan adanya kelompok kecil “ekstremis” Muslim, seperti Al-Qaidah. Namun, memandang 1,5 milyar Muslim sedunia, yang memiliki cara berpikir dan budaya yang sama sekali berbeda, dengan menganggapnya sama dengan kelompok fanatik seperti Al-Qaidah itu, sama sekali tidak masuk akal dan tidak adil. Tindakan sekelompok kecil Muslim jelas tidak mewakili kaum Muslim secara keseluruhan.
Kita (bangsa Arab) adalah Muslim. Meminta kita untuk tidak memilih partai-partai Islam, sama saja dengan mengatakan kepada kita untuk melepaskan Islam itu sendiri dan mengadopsi agama lain.
Semua orang Arab, seperti orang lain, memiliki hak untuk memilih pemerintah mereka dan para pemimpin secara bebas sesuai dengan hati nurani mereka.
Apakah Barat suka atau tidak, Islam akan selalu dan terus menjadi zeitgeist (semangat zaman) di seluruh dunia Arab. Karenanya, upaya Barat menghalang-halangi Muslim Arab untuk memilih partai beragenda Islam, akan membuat mereka sakit hati.
Kaum Muslimin Mesir memiliki hak untuk memilih partai demokratis Muslim, seperti orang Kristen di Jerman memiliki hak untuk memilih partai demokratis Kristen.
Ada warisan kesalahpahaman, rumor, dan kabar bohong tentang Islam di Barat. Beberapa muncul kembali ke “permusuhan kuno” antara Islam dan Barat. Banyak kesalahpahaman baru-baru ini telah disebarluaskan oleh kalangan Zionis, khususnya melalui media, tempat lobi-lobi Zionis memiliki cukup pengaruh.
Meskipun kaum Muslim tidak diwajibkan untuk meniru atau menyalin aspek-aspek tertentu dari demokrasi Barat, tidak ada salahnya belajar dan meminjam pengalaman Barat yang kaya dan panjang tentang demokrasi.
Kiranya cukup jelas, umat Islam tidak berkewajiban untuk menyalin atau mengadopsi sesuatu yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip iman kita. (Khalid Amayreh/abna.ir).*
penulis :
ASM. Romli