11 Mei, 2009

Investasi Akherat

Assalamu’alaikum WR WB,

BismillahirohmaniRohim,

Alhamdulillah, Puji Syukur kita panjatkan kepada ALLAH SWT,
atas segala nikmat dan karunianya kepada kita semua,
Sholawat dan salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, serta keluarga
dan sahabatnya,

Saat ini kami warga RT 05/06 sedang membangun sebuah musollah
dengan luas bangunan kurang lebih 200 M
Nama Mushollah : Asy-Syakuur
Lokasi RT05/06 Mekarsari Cimanggis, (Perum Pondok Tipar)

dan Alhamdulillah sekarang pengerjaan atap dan kubahnya sudah selesai,
Selanjutnya,kami akan mengerjakan dinding bagian dalam dan luar serta Lantainya,

Dengan segala hormat kepada saudaraku kaum muslimin dan muslimat jikalau ada kelebihan rezeki, kami masih menerima bantuan
berupa dana atau bahan material untuk mushollah kami,

Bisa melalui rek Bank Syariah Mandiri ,
No Rek : 168 701 2244
a/n Iwan Kuswandi

Atau langsung Menghubungi saya
Iwan Kuswandi
HP : 0857 81564365
email : iwank7838@yahoo.com

Demikianlah informasi yang kami sampaikan, Sebelumnya kami
ucapkan Terimakasih yang tak terhingga Hanya ALLAH SWT yang mampu membalas
dengan Pahala Yang berlipat ganda,

مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ وَاللّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاء وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. 2:261)



Wasalam
Ketua Panitia Pembangunan Mushollah Asy-Syakuur
iwan kuswandi

08 Mei, 2009

Zakat Untuk Pembangunan Mushola

http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/zakat-untuk-pembangunan-mushola.htm
Zakat Untuk Pembangunan Mushola

Assalamu'alaykum Wr. Wb.

Bagaimana hukumnya bila zakat yang kita keluarkan digunakan untuk membantu pembangunan musholla di kampung kami. Mohon penjelasannya.

Wassalammu'alaykum Wr. Wb.

db

Jawaban

Waalaikumussalam Wr Wb

Diperbolehkan menyalurkan zakat untuk membangun masjid (musholla) dari sisi kebajikan yang tidak ada kepemilikan didalamnya sebagaimana pendapat sebagian fuqaha kaum muslimin yang membolehkan hal itu berdasarkan keumumuman ayat :

وَفِي سَبِيلِ اللّهِ

Artinya : “Untuk jalan Allah.” (QS. Al Taubah : 60)

Walaupun pendapat madzhab yang empat tidak sependapat dalam hal ini. Dan apa yang disebutkan ini terdapat didalam tafsir ayat ini yang ditulis oleh Fakhruddin ar Razi : ”Ketahuilah bahwa tampak lahiriyah ayat وفى سبيل الله tidaklah terbatas pada orang-orang yang berperang. Terhadap makna ini telah disebutkan al Qaffal didalam tafsirnya dari sebagian fuqoha bahwa mereka memperbolehkan penyaluran zakat kepada seluruh tempat-tempat kebaikan, seperti : mengakafani mayat, pembangunan benteng, pemakmuran masjid karena firman-Nyaوفى سبيل الله adalah bersifat.” Demikianlah pendapat ar Razi.

Pemilik kitab “Syarh ar Raudh an Nadhir” sepakat dengan pendapat ar Razi dengan mengatakan bahwa pendapat orang-orang yang membolehkan hal itu yaitu penyaluran zakat untuk mengkafani mayat, membangun masjid beralasan bahwa keduanya termasuk didalam jenis سبيل الله (jalan Allah) karena jalan Allah adalah jalan kebaikan secara umum walaupun kalimat itu banyak digunakan untuk suatu kata dari makna yang dikandungnya yaitu jihad dikarenakan banyaknya penggunaan hal itu pada masa awal-awal islam akan tetapi hal itu bukanlah dari sisi hakekat kebiasaan (urf) yang memasukkan segala macam perbuatan yang mendekatkannya kepada Allah dengan memandang kepada kemaslahatn umum dan khusus kecuali jika terdapat dalil yang mengkhususkannya. Inilah pendapat yang tampak didalam perkataannya. Bisa dikatakan bahwa tampak lahiriyah سبيل الله (jalan Allah) adalah bersifat umum kecuali jika terdapat dalil yang mengkhususkannya.

Dengan demikian berdasarkan pendapat sebagian fuqaha kaum muslimin yang membolehkan penyaluran zakat untuk pembangunan masjid (musholla) atau yang sejenisnya maka apabila seorang muzakki (orang yang wajib atasnya zakat) menyalurkan zakatnya yang wajib untuk membangun masjid maka terlepas sudah atas dirinya kewajiban zakatnya dan dia akan mendapatkan pahala dari Allah swt. (Fatawa al Azhar juz I hal 139)

Permasalahan penyaluran zakat untuk pembangunan masjid atau musholla masih menjadi perselisihan dikalangan para ulama baik para ulama terdahulu maupun saat ini dikarenakan perbedaan didalam melihat makna “fii sabilillah”.

Sebagian ada yang mengkhususkan bahwa makna وفى سبيل الله hanya untuk orang-orang yang berperang atau berjihad sementara sebagian lainnya melihat bahwa kalimat itu mencakup seluruh aktivitas kebaikan selama tidak ada nash atau dalil yang mengkhususkannya.

Dengan demikian ada baiknya seorang muzakki yang ingin menyalurkan zakatnya kepada pembangunan sebuah musholla perlu melihat keadaan daerah akan dibangunnya musholla di situ, panitia pelaksana pembangunannya serta kebutuhan masyarakat tersebut akan keberadaan sebuah musholla.

Jika dia melihat bahwa masyarakat itu sangat membutuhkan keberadaan musholla untuk sholat berjama’ah, pengajaran agama, pusat penyebaran syi’ar islam ditengah mereka sementara mereka tidak mempunyai dana yang cukup maka diperbolehkan baginya menyalurkan zakatnya untuk itu. Akan tetapi jika dia melihat bahwa musholla yang akan dibangun itu terletak di daerah orang-orang kaya atau biaya pembangunannya sudah cukup di cover oleh pemerintah, donatur baik lembaga atau perorangan, atau pun keberadaannya tidaklah mendesak untuk pengembangan keagamaan masyarakat setempat dikarenakan sudah adanya beberapa masjid di sekitarnya yang sudah bisa dirasakan mafaatnya oleh masyarat setempat maka sebaiknya dia tidak menyalurkan zakatnya kepada pembangunan musholla yang seperti ini.

Wallahu A’lam

07 Mei, 2009

Assalamu’alaikum WR WB,

BismillahirohmaniRohim,

Alhamdulillah, Puji Syukur kita panjatkan kepada ALLAH SWT,
atas segala nikmat dan karunianya kepada kita semua,
Sholawat dan salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, serta keluarga
dan sahabatnya,

Saat ini kami warga RT 05/06 sedang membangun sebuah musollah
dengan luas bangunan kurang lebih 200 M
Nama Mushollah : Asy-Syakuur
Lokasi RT05/06 Mekarsari Cimanggis, (Perum Pondok Tipar)

dan Alhamdulillah sekarang pengerjaan atap dan kubahnya sudah selesai,
Selanjutnya,kami akan mengerjakan dinding bagian dalam dan luar serta Lantainya,

Dengan segala hormat kepada saudaraku kaum muslimin dan muslimat jikalau ada kelebihan rezeki, kami masih menerima bantuan
berupa dana atau bahan material untuk mushollah kami,

Bisa melalui rek Bank Syariah Mandiri ,
No Rek : 168 701 2244
a/n Iwan Kuswandi

Atau langsung Menghubungi saya
Iwan Kuswandi
HP : 0857 81564365
email : iwank7838@yahoo.com

Demikianlah informasi yang kami sampaikan, Sebelumnya kami
ucapkan Terimakasih yang tak terhingga Hanya ALLAH SWT yang mampu membalas
dengan Pahala Yang berlipat ganda,

مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ وَاللّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاء وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. 2:261)



Wasalam
Ketua Panitia Pembangunan Mushollah Asy-Syakuur
iwan kuswandi

05 Mei, 2009

Disertasi Moqsith Ghazali memelintir Sirah Nabawiyah. Ajaran Islam dikoyak demi pluralisme agama. Padahal, Vatikan saja menolak paham ini.

Disertasi Moqsith Ghazali memelintir Sirah Nabawiyah. Ajaran Islam dikoyak demi pluralisme agama. Padahal, Vatikan saja menolak paham ini.

Oleh Erdy Nasrul

Pada sebuah pengajian rutin bulanan, Abdul Moqsith Ghazali, anggota Jaringan Islam Liberal (JIL) hadir menjadi pembicara. Di sebuah tempat di Plaza Pondok Indah I, Moqsith memaparkan temuan-temuannya yang dirajut dalam disertasi doktoral dan dibukukan. Judulnya “Argumen Pluralisme Agama.”

Itu bukan judul asli. Awalnya berjudul, “Sikap al-Qur’an terhadap Agama Lain.” Supaya lebih menjual, judulnya diubah. Ceritanya, ia menulis disertasi itu karena sebagian orang menerima atau menolak pluralisme agama dengan mengutip ayat al-Qur’an. Disertasi itu mencoba menemukan ‘titik temu’ antar keduanya.

Ketika membahas ayat-ayat al-Qur’an yang dikutip, Moqsith menggunakan metode hermeneutik, sebuah metode penafsiran injil yang kemudian dikembangkan dalam posmodernisme. “Hermeneutika hanya bekerja untuk melacak bagaimana suatu teks dimunculkan oleh pengarangnya, muatan apa yang ingin dimasukkan ke dalam teks, dan bagaimana melahirkan makna,” tulisnya.

Untuk mendukung pluralisme agama, Moqsith menyelewengkan Sirah Nabawiyah. Dia mengatakan Nabi Muhammad saw pernah menikahi wanita Kristen koptik bernama Maria Qibtiyyah. Ia juga menyebutkan ada sahabat yang menikahi wanita ahlul kitab yakni, Utsman bin ‘Affan, Thalhah bin Abdullah, Khudzaifah bin Yaman, dan Sa’ad bin Abi Waqash.

Tak puas mendistorsi sirah, ia mengobok-obok ajaran Islam. Dia menulis, “… terutama Yahudi dan Nasrani, Islam tak menafikkan konsep-konsep ajarannya. Kebenaran wahyu dalam agama-agama itu tidak bertentangan satu dengan lainnya.” Untuk mendukung argumennya, ia mengutip surat al-Maidah ayat 48.

Ia memaparkan kesamaan tiga agama itu.

Pertama, tidak ada tuhan yang patut disembah selain Tuhan, Allah, yang menciptakan alam raya.

Kedua, perintah menghindari kejahatan. Atas dasar kesaman ini, Moqsith menilai, yang katanya pendapat para ahli Usul Fikih, syariat sebelum Islam bisa menjadi sumber hukum Islam.

Untuk lebih menguatkan argumennya, ia mengutip pendapat mantan pendeta yang kini menjadi Muslim, Jerald F Dirks, “Ketiga agama itu tidak hanya sebagai satu tradisi, tapi juga sebagai satu agama.”

Dasar kesamaan ini juga menjadi acuan masalah pindah agama. Moqsith menilai, hak memilih atau keluar dari suatu agama melekat pada setiap orang.

“Dengan analog bahwa orang non-Muslim dibolehkan pindah ke agama Islam, maka seorang Muslim pun mestinya dibolehkan pindah ke agama non-Islam,” tulisnya.

Dengan terang-terangan, ia menguraikan, pindah agama dibolehkan jika agama yang dipeluk sebelumnya dipandang tak sesuai dengan dirinya.

Selesai mengobrak-abrik pandangan Islam yang melarang umatnya pindah agama, Moqsith memaparkan masalah keselamatan yang diberikan Allah pada manusia. Sebelum ia sampai pada kesimpulan, Moqsith memaparkan dua fakta sejarah.

Pertama, ketika orang kafir Quraisy mengejar umat Islam, nabi mencari perlindungan pada Najasyi, raja Abisinia yang Kristen. Ratusan sahabat nabi, termasuk Utsman bin Affan dan istrinya (Ruqayyah, putri Rasulullah), Abu Hudzaifah bin ‘Utbah, Zubair bin ‘Awwam, Abdurrahman bin ‘Auf, dan Ja’far bin Abi Thalib ikut dalam eksodus itu.

Kedua, Abu Ubaidillah al-Mahdi, khalifah pertama dinasti Fathimiyah, pernah minta nasihat orang Kristen tentang lokasi ibukota negara yang tepat.

Fakta yang dikutip dari buku Islam Inklusif Alwi Shihab ini, digunakan untuk berasumsi bahwa Islam mengakui ajaran agama dan umat agama lain. Parahnya, ia menyimpulkan,

“Menurut al-Qur’an, umat non-Muslim pun akan diselamatkan Allah sejauh mereka menjalankan agamanya dengan sungguh-sungguh, dan menjalankan amal salih sebagaimana ditetapkan dalam kitab suci masing-masing.”

Jalaluddin Rahmat, memuji buku ini, saat bedah buku berlangsung. Ia mengatakan, karya ini menjadi landasan bagi yang ingin menikah beda agama.

Kang Jalal menilai demikian karena Moqsith berhasil mengubah pengertian musyrik, bukan menyekutukan Allah, tapi orang yang berbuat jahat.

Puluhan orang liberal ikut memuji buku ini. Diantaranya Dirjen Bimas Islam Departemen Agama Nasaruddin Umar yang menulis, “Karya ini menyajikan hasil kerja akademik excellent yang mengungkapkan universalitas Islam dalam perspektif al-Qur’an.” Pujian habis-habisan juga ditulis Direktur Lembaga Studi Agama dan Filsafat Dawam Rahardjo.

Dawam berkomentar, “Karya Moqsith ini mengingatkan kita pada buku Ibnu Rushd, Tahafut al-Tahafut, yang melawan wacana al-Ghazali.”

Mengomentari pemikiran Moqsith, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Bidang Ghazwul Fikri Adian Husaini mengatakan, Moqsith tidak memberikan definisi pluralisme agama yang jelas. Doktor bidang Pemikiran Islam ini mengatakan, paham ini mengajarkan jalan semua agama itu sah, sehingga paham ini bisa merusak akidah umat Islam.

“Konsili Vatikan tahun 2000 lalu saja sudah melarang paham ini dan dosen-dosen Vatikan yang menyuarakan paham ini langsung dipecat, kenapa di Indonesia justru kian berkembang?” ujarnya.

Peneliti Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization, Hamid Fahmy Zarkasyi mengatakan, berbagai tulisan tentang pluralisme agama, pada akhirnya mengakui kesamaan agama-agama.

Mengomentari pendapat Moqsith tentang syariat Islam, ia mengatakan, Islam sendiri sudah sempurna, tidak perlu lagi mengambil dari syari’at agama lain.

“Bagaimana bisa mengambil syariat agama lain, jika kitab mereka tak asli lagi?” Tanyanya.

Majlis Ulama Indonesia (MUI) juga sudah melarang paham ini sejak empat tahun lalu. Dalam Sidang Komisi Fatwa MUI, 29 Juli 2005, yang dipimpin oleh Ketua Komisi Fatwa MUI KH Ma’ruf Amin, menghasilkan keputusan bahwa pluralisme agama bertentangan dengan ajaran Islam.

Jelas sudah, pluralisme agama memang tak sesuai dengan Islam. Lantas, untuk apa meyakini dan memperjuangkan paham ini? (Eman Mulyatman)

http://sabili.co.id/index.php/200904291645/Liputan/Demi-Pluralisme-Sirah-Nabi-Diplintir.htm

04 Mei, 2009

Membangun Jamaah Dakwah dan Amar Makruf Nahi Munkar

KH. Abdul Rasyid AS (Pimpinan Perguruan As Syafiiyyah)
Allah SWT berfirman:

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran 104).

Wajib adanya kelompok dakwah

Dalam ayat di atas Allah SWT memerintahkan kepada kita umat Islam agar membangun segolongan atau sekelompok orang yang memiliki tugas menyeru kepada kebajikan (al khair), menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar. Pujian Allah SWT dalam akhir ayat tersebut, yakni merekalah orang-orang yang beruntung merupakan indikasi (qarinah) bahwa perintah tersebut hukumnya wajib.



Kewajiban membangun kelompok tersebut bukanlah untuk memecah-belah umat Islam ke dalam kelompok-kelompok. Tetapi kewajiban itu dimaknai bahwa melaksanakan tugas mengajak kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, itu menurut sebagian ulama bukanlah kewajiban semua umat tapi kewajiban sekelompok umat yang memiliki kualifikasi mampu melaksanakan tugas tersebut.

Oleh karena itu, menurut Tafsir Jalalain melaksanakan dakwah mengajak kepada Islam dan melakukan amar makruf nahi munkar hukumnya adalah fardlu kifayah, yakni tidak wajib bagi seluruh umat dan tidak mengikat semua orang seperti orang bodoh misalnya.

Az Zamakhsyari dalam Tafsir al Kassyaf menerangkan bahwa lafazh “min” dalam ayat “wal takun minkum” di atas maknanya untuk sebagian (lit tab’idl). Sebab amar makruf nahi mungkar merupakan fardlu kifayah. Dan tidak layak melakukan amar makruf nahi munkar kecuali orang yang tahu “al makruf” dan “al munkar” serta mengetahui bagaimana mengatur urusan tersebut dalam menjalankan dan melaksanakannya.

Orang yang tidak tahu menahu tentang hal itu bisa jadi melarang yang makruf dan menyuruh yang munkar. Bisa jadi dia tahu hukum-hukum di madzhabnya dan tidak tahu hukum-hukum di madzhab kawannya sehingga bisa jadi dia melarang sesuatu yang sebenarnya bukan kemungkaran. Bisa pula dia bersikap keras pada perkara yang seharusnya disikapi secara lembut atau bersikap lembut pada perkara yang seharusnya disikapi dengan keras.

Disinilah perlunya kelompok orang yang sudah memiliki pengetahuan tentang amar makruf nahi meungkar dan tata cara melaksanakannya.

Imam at Thabari menjelaskan bahwa yang dimaksud “al khair” dalam ayat di atas adalah al Islam dan syariat-syariatnya. Dengan demikian kelompok orang yang melksanakan tugas tersebut harus memiliki ilmu pengetahuan tentang ajaran Islam dan hukum-hukum syariatnya, baik hukum-hukum yang berkenaan dengan urusan aqidah, seperti hukum tentang larangan murtad; hukum-hukum berkaitan dengan ibadah seperti sholat, shaum, haji, dan jihad; hukum-hukum yang berkaitan dengan akhlak; hukum-hukum yang berkaitan dengan halal haramnya makanan dan minuman serta hukum-hukum tentang pakaian; hukum-hukum seputar ekonomi makro maupun mikro, seperti hukum syariat tentang kepemilikan umum umat yang tidak boleh diprivatisasi oleh negara; hukum-hukum pidana Islam seperti hudud, jinayat, ta’zir, dan mukhalafat; hukum-hukum tentang politik dalam negeri seperti hukum-hukum tentang partai dan pemerintahan; hukum-hukum poltik luar negeri seperti kewajiban dakwah dan jihad, dan lain-lain.

Urgensi Kelompok Dakwah dan Pelaksana Amar Makruf Nahi Munkar

Huruf “al” dalam lafazh “al khair”, “al makruf” dan “al munkar” pada ayat di atas menunjukkan bahwa tugas segolongan atau sekelompok umat di atas meliputi mendakwahkan seluruh kebajikan Islam dan syariatnya, menyuruh segala kemakrufan, dan mencegah seluruh kemungkaran. Baik yang dilakukan oleh individu, kelompok masyarakat, maupun negara. Oleh karenanya, keberadaan kelompok umat Islam yang melakukan tugas tersebut dan memiliki kapasitas kemampuan yang mencukupi untuk melaksanakan tugas tersebut menjadi sangat urgen.

Sebab dengan hilangnya gambaran kehidupan Islam yang sebenarnya di masyarakat yang umumnya telah membatasi Islam sekedar pada aqidah, ibadah, dan akhlak dan dominasi kehidupan sekuler serta serbuan informasi dari media massa cetak dan elektronik yang menawarkan dan mengajarkan hedonisme dan cara-cara hidup sekuler, kita butuh sekelompok orang yang memapu menyajikan gambaran kehidupan Islam secara jelas sehingga umat bisa memahami dan tergerak untuk mewujudkannya.

Demikian pula dengan terhentinya amar makruf nahi mungkar di tengah berjalannya kehidupan sekuler yang penuh dengan aktivis dan propaganda agar meninggalkan dan menanggalkan agama (Islam khususnya), mengharuskan adanya aktivitas amar makruf nahi mungkar. Menyuruh pemerintah untuk melindungi umat dari bahaya pornografi dan pornoaksi dengan UU Anti Pornografi dan Pornoaksi yang merujuk kepada syariat Allah SWT adalah bentuk “al amru bil makruf”.

Sedangkan menentang UU Migas dan UU Sumber Daya Air yang telah memberikan kesempatan pihak asing menguasai sumber daya alam kita adalah bentuk “an nahyu anil munkar”. Mengingat besarnya permasalahan yang harus ditangani dalam amar makruf nahi munkar, maka keberadaan segolongan orang yang bersama-sama bekerja secara sistematis untuk itu adalah suatu kebutuhan.

Selain itu Allah SWT berfirman:

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. At Taubah 71). Juga firman-Nya:

Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan Ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (QS. Al Anfal 25).

Kesimpulan

Membangun jamaah untuk mengajak manusia kepada Islam dan syariatnya serta menyuruh kepada yang makruf dan melarang dari yang munkar adalah fardlu kifayah. Tidak harus dilakukan oleh semua umat islam. Tapi oleh mereka yang memiliki pengetahuan tentang “al Islam” , “al makruf” dan “al munkar” dan mengetahui tatacara pelaksanaan dakwah Islam dan amar makruf nahi munkar. Dengan demikian keberadaan jamaah atau kelompok yang melaksanakan dakwah mengajak kepada Islam dan amar makruf nahi mungkar adalah wajib dan urgen di masa dimana umat islam ini didominasi oleh kehidupan sekuler. Wallahua’lam! (mj/www.suara-islam.com)

Mushollah BaitusSyakuur 1430 H

Mushollah BaitusSyakuur 1430 H
Tampak dari samping pintu utama